Aku merupakan anak keenam dari enam bersaudara,,,
Senin malam tepatnya tanggal 23 November 1992, aku mulai
bernafas di dunia yang fana ini, aku mendapat kepercayaan dari Sang Kholiq
untuk merasakan dan melalui lika-liku kehidupan ini. aku tumbuh dibawah asuhan
seorang wanita yang bersahaja sangat telaten merawat anak-anaknya. walaupun
sejujurnya aku tak pernah tahu kehidupan massa kecilku, entah mengapa aku hanya
ingat dan dapat merekam dengan sempurna kehidupanku saat usia 5 tahun. Di bawah
itu aku sama sekali tidak tahu….
Dan, akhirnya aku pun tahu sepenggal kisah massa kecilku
dari kakak perempuanku…
Kisahnya,,,,
Ketika aku bayi, aku pernah terjatuh dari tempat tidur,
dalam posisi tubuh yang entah bagaiman saat mendarat di lantai. Sejak saat itu
episode kesakitanku dimulai. Aku mulai sakit-sakitan, entahlah tiada ku ingat
dan tak ku tahu rasa sakitnya.
Saat usiaku hampir
dua tahun, ketika biasanya balita-balita mulai bisa duduk bahkan berjalan, aku
sama sekali tidak bisa melakukan hal itu.
Lemah, rapuh, kurus, pucat, bagaikan mayat hidup…
Sepertinya kondisiku benar-benar mengkhawatirkan, aku
menjalani pengobatan rutin, sudah langganan masuk rumah sakit, obat-obatan
seperti kebutuhan pokok, dan entah berapa banyak infusan yang menjalar dalam
tubuhku. Aku bagaikan pesakitan yang tak punya harapan hidup.
“si Dolar”
Itulah,,, julukan untukku saat kecil, entah berapa banyak
uang yang dikeluarkan untuk biaya pengobatanku selama bertahun-tahun. Tapi
ibuku sangat sabar merawatku yang sangat lemah saai itu, dan bapak yang begitu
kuat dan berjuang keras untuk menafkahi keluarga dan harus lebih giat bekerja
untuk biaya pengobatanku.
Sang dokter angkat tangan “umurnya tidak akan panjang”
Ya,, Alloh,, Ya Robb,,,, hanya Engkau yang Lebih Berkuasa
untuk memvonis
Akhirnya, aku dirawat di rumah dalam kesederhanaan, namun
tetap harus check up.
“operasi”
adalah kata yang paling memilukan dan menghujam hati semua
orang tua saat anaknya harus dioperasi. Tapi orang tuaku menolak. Akhirnya aku
tidak dioperasi…
lambat laun, dengan segenap ikhtiar dan do’a yang berimbang
mengiringi sang putri bungsu, ketulusan kasih sayang orang tua menghantarkannya
pada suatu titik dimana dia diberi kesempatan untuk tersenyum.
Aku terlepas dari semua keadaan itu, aku kembali bisa
beraktivitas dan bermain seperti anak-anak lainnya seusiaku. Alhamdulillah ya
Alloh,,, Allohu Akbar..
Babak baru episode kehidupanku,,, usia 5 tahun, itulah titik
awal kehidupan yang ku rasakan. Bahkan, aku tidak tahu bahwa aku seorang pesakitan
yang sudah divonis mati.
Aku terluka, saat teman sepermainanku mengatakan bahwa aku
hampir dioperasi karena sakit keras. Padahal, aku sendiri tidak tahu apa-apa
dan keluargku tutup mulut masalah sakitku. Hingga suatu saat aku bertanya pada
kakak perempuanku, ketika aku mengkonfirmasi nya ke ibu, beliau sungguh tak sanggup mengenang
massa duka ku dulu.
Cukup!!!! Aku ingin menikmati hidupku…..
Pernah suatu hari ketika aku SMP, melewati perkampungan
sebelah, dan melintasi kerumunan ibu-ibu. Dengan bersikap sopan aku ucapka
“punten”
“mangga” jawab mereka. Saat aku mulai beranjak beberapa
meter dari mereka. Ku dengar percakapan antara mereka yang sangat menusuk hati.
“ehh,,, itu anak siapa ya?”
“itu anaknya ibu ini* dan bapak ini*” *(menyebutkan nama)
“ohh,, yang namanya ini*”
“bukan itu mah kakaknya, ini anak bungsunya”
“lho,,, emang masih ada. Bukannya udah….” (aku sudah tak
sanggup mendengarnya)
Rasa sakit itu tidak serta merta hilang dari tubuhku… ada
yang masih tersisa
Punggungku sering sakit, sakit, sangat sakit. Bahkan aku
sering menangis, rasanya seperti akan mati. Karena ketika punggungku sakit,
leher dan kepala ku pun sakit, mungkin berhubungan karena pas sistem saraf. Tulang
punggungku ada yang patah, sehingga menjadi bengkok. Mempersempit ruang untuk
paru-paru, hingga aku terkadang merasa sesak. Dan aku sangat benci orang yang
merokok didekatku. Tambah tersiksa hidupku. Hal ini pula yang membuat
pertumbuhanku terhambat.
Aku merintih………
Dan aku teringat massa kecilku, bagaimana dulu sang bayi dan
balita merasakan sakit yang teramat sakit saat penyakit itu menguasai tubuhnya,
,,
Bukan hanya tubuhku, hatiku pun mulai sakit saat beranjak
remaja,,,
Mengapa aku berbeda?????
Pertumbuhanku tidak sempurna, mengapa harus aku, masih
kurangkah cobaan untukku, bolehkah aku bahagia, aku ingin seperti mereka,,, aku mulai menjadi pribadi egois dan suka
menyendiri. Aku seperti larut dalam kehidupanku sendiri tak mempedulikan orang
lain.
Saat orang lain mengatakan “kok, dia tubuhnya kecil ya,
nggak tinggi-tinggi, dan bla bla bla” aku akan marah pada diriku sendiri, marah
pada keadaanku, dan perilaku negatif lainnya. Saat itu sungguh labil.
Hingga saat itu tiba,,,, saat aku kelas XI saat cahaya
hidayah menaungiku. Saat aku mulai hijrah dan mendalami agamaku… saat itu pula rasa sakit itu hadir kembali,
sakit bukan main. Padahal saat itu, aku sedang giat-giatnya mencari ilmu agama,
sibuk berorganisasi, dan mulai belajar mengisi kajian saat keputrian untuk
kelas X.
Saat aku harus ke dokter spesialis orthopedi, melakukan
serangkaian pemeriksaan, hingga akhirnya kembali mengkonsumsi obat-obatan yang
harganya lumayan mahal. Kedua orang tuaku sangat sedih, luka lama kembali
mencuat. Pada saat kondisi perekonomian keluarga jatuh, bapakku sakit dan tidak
bisa bekerja, ibu pun sering sakit-sakitan.
Tapi,, aku merasa inilah jalan hidupku. Menjelang usiaku
yang ke 17 tahun saat hidayah itu datang
aku memang banyak berubah menjadi lebih dewasa dalam menyikapi
permasalahan hidup. Aku lebih tenang ketika hasil hasil laboratorium menyatakan
bahwa penyakit itu sudah tidak lagi menyarang ditubuhku. Aku sudah sehat, Insya
Alloh. Hanya rasa sakit yang mungkin akan selalu terasa jika kelelahan. Akibat
punggung yang agak membengkok. Alhamdulillah,,,
Kini aku sudah berubah,,, menjadi diriku yang baru….
Lihatlah aku…
Kini ku sadar, Alloh SWT sangat Menyayangiku. Dan akulah
orang terpilih yang harus menjalani cobaan berat ini. belum tentu mereka bisa
melaluinya. Aku merasa Alloh langsung mentarbiyahku dengan memberikan
ketenangan dan rasa optimis dalam hatiku, Membimbingku, hingga aku menemukan
jalan hidayah itu dan bisa menguasai diriku. Semoga aku bisa sabar dan ikhlas
saat sakit itu terasa dan rasa sakit sejak aku bayi, sehingga semua ini bisa
meluruhkan dosa-dosaku, aamiin…
Kini ku mulai mengerti makna keikhlasan, rasa syukur, dan
kesabaran….
Jadikanlah rasa sakit sebagai pengingat dan teguran, bahwa
kematian itu pasti datang. Maka teruslah berkarya dan perbaiki hidup dengan
terus belajar mengkaji ayat-ayatnya. Inilah jawaban bahwa manusia tidak bisa
memvonis kehidupan seseorang, hanya Alloh yang Berkuasa.
“Allohumma
‘aafiniy fii badaniy, Allohumma ‘aafiniy fii sam’iy, Allohumma ‘aafiniy fii bashoriy.”