akhwat tangguh^^

akhwat tangguh^^

Selasa, 31 Januari 2012

Saat Sang Dokter Memvonis Hidupku


Aku merupakan anak keenam dari enam bersaudara,,,
Senin malam tepatnya tanggal 23 November 1992, aku mulai bernafas di dunia yang fana ini, aku mendapat kepercayaan dari Sang Kholiq untuk merasakan dan melalui lika-liku kehidupan ini. aku tumbuh dibawah asuhan seorang wanita yang bersahaja sangat telaten merawat anak-anaknya. walaupun sejujurnya aku tak pernah tahu kehidupan massa kecilku, entah mengapa aku hanya ingat dan dapat merekam dengan sempurna kehidupanku saat usia 5 tahun. Di bawah itu aku sama sekali tidak tahu….
Dan, akhirnya aku pun tahu sepenggal kisah massa kecilku dari kakak perempuanku…
Kisahnya,,,,
Ketika aku bayi, aku pernah terjatuh dari tempat tidur, dalam posisi tubuh yang entah bagaiman saat mendarat di lantai. Sejak saat itu episode kesakitanku dimulai. Aku mulai sakit-sakitan, entahlah tiada ku ingat dan tak ku tahu rasa sakitnya.
Saat usiaku  hampir dua tahun, ketika biasanya balita-balita mulai bisa duduk bahkan berjalan, aku sama sekali tidak bisa melakukan hal itu.
Lemah, rapuh, kurus, pucat, bagaikan mayat hidup…
Sepertinya kondisiku benar-benar mengkhawatirkan, aku menjalani pengobatan rutin, sudah langganan masuk rumah sakit, obat-obatan seperti kebutuhan pokok, dan entah berapa banyak infusan yang menjalar dalam tubuhku. Aku bagaikan pesakitan yang tak punya harapan hidup.
“si Dolar”
Itulah,,, julukan untukku saat kecil, entah berapa banyak uang yang dikeluarkan untuk biaya pengobatanku selama bertahun-tahun. Tapi ibuku sangat sabar merawatku yang sangat lemah saai itu, dan bapak yang begitu kuat dan berjuang keras untuk menafkahi keluarga dan harus lebih giat bekerja untuk biaya pengobatanku.
Sang dokter angkat tangan “umurnya tidak akan panjang”
Ya,, Alloh,, Ya Robb,,,, hanya Engkau yang Lebih Berkuasa untuk memvonis
Akhirnya, aku dirawat di rumah dalam kesederhanaan, namun tetap harus check up.
“operasi”
adalah kata yang paling memilukan dan menghujam hati semua orang tua saat anaknya harus dioperasi. Tapi orang tuaku menolak. Akhirnya aku tidak dioperasi…
lambat laun, dengan segenap ikhtiar dan do’a yang berimbang mengiringi sang putri bungsu, ketulusan kasih sayang orang tua menghantarkannya pada suatu titik dimana dia diberi kesempatan untuk tersenyum.
Aku terlepas dari semua keadaan itu, aku kembali bisa beraktivitas dan bermain seperti anak-anak lainnya seusiaku. Alhamdulillah ya Alloh,,, Allohu Akbar..
Babak baru episode kehidupanku,,, usia 5 tahun, itulah titik awal kehidupan yang ku rasakan. Bahkan, aku tidak tahu bahwa aku seorang pesakitan yang sudah divonis mati.
Aku terluka, saat teman sepermainanku mengatakan bahwa aku hampir dioperasi karena sakit keras. Padahal, aku sendiri tidak tahu apa-apa dan keluargku tutup mulut masalah sakitku. Hingga suatu saat aku bertanya pada kakak perempuanku, ketika aku mengkonfirmasi nya ke  ibu, beliau sungguh tak sanggup mengenang massa duka ku dulu.
Cukup!!!! Aku ingin menikmati hidupku…..
Pernah suatu hari ketika aku SMP, melewati perkampungan sebelah, dan melintasi kerumunan ibu-ibu. Dengan bersikap sopan aku ucapka “punten”
“mangga” jawab mereka. Saat aku mulai beranjak beberapa meter dari mereka. Ku dengar percakapan antara mereka yang sangat menusuk hati.
“ehh,,, itu anak siapa ya?”
“itu anaknya ibu ini* dan bapak ini*”    *(menyebutkan nama)
“ohh,, yang namanya ini*”
“bukan itu mah kakaknya, ini anak bungsunya”
“lho,,, emang masih ada. Bukannya udah….” (aku sudah tak sanggup mendengarnya)

Rasa sakit itu tidak serta merta hilang dari tubuhku… ada yang masih tersisa
Punggungku sering sakit, sakit, sangat sakit. Bahkan aku sering menangis, rasanya seperti akan mati. Karena ketika punggungku sakit, leher dan kepala ku pun sakit, mungkin berhubungan karena pas sistem saraf. Tulang punggungku ada yang patah, sehingga menjadi bengkok. Mempersempit ruang untuk paru-paru, hingga aku terkadang merasa sesak. Dan aku sangat benci orang yang merokok didekatku. Tambah tersiksa hidupku. Hal ini pula yang membuat pertumbuhanku terhambat.
Aku merintih………
Dan aku teringat massa kecilku, bagaimana dulu sang bayi dan balita merasakan sakit yang teramat sakit saat penyakit itu menguasai tubuhnya, ,,
Bukan hanya tubuhku, hatiku pun mulai sakit saat beranjak remaja,,,
Mengapa aku berbeda?????
Pertumbuhanku tidak sempurna, mengapa harus aku, masih kurangkah cobaan untukku, bolehkah aku bahagia, aku ingin seperti mereka,,,  aku mulai menjadi pribadi egois dan suka menyendiri. Aku seperti larut dalam kehidupanku sendiri tak mempedulikan orang lain.
Saat orang lain mengatakan “kok, dia tubuhnya kecil ya, nggak tinggi-tinggi, dan bla bla bla” aku akan marah pada diriku sendiri, marah pada keadaanku, dan perilaku negatif lainnya. Saat itu sungguh labil.
Hingga saat itu tiba,,,, saat aku kelas XI saat cahaya hidayah menaungiku. Saat aku mulai hijrah dan mendalami agamaku…  saat itu pula rasa sakit itu hadir kembali, sakit bukan main. Padahal saat itu, aku sedang giat-giatnya mencari ilmu agama, sibuk berorganisasi, dan mulai belajar mengisi kajian saat keputrian untuk kelas X.
Saat aku harus ke dokter spesialis orthopedi, melakukan serangkaian pemeriksaan, hingga akhirnya kembali mengkonsumsi obat-obatan yang harganya lumayan mahal. Kedua orang tuaku sangat sedih, luka lama kembali mencuat. Pada saat kondisi perekonomian keluarga jatuh, bapakku sakit dan tidak bisa bekerja, ibu pun sering sakit-sakitan.
Tapi,, aku merasa inilah jalan hidupku. Menjelang usiaku yang ke 17 tahun saat hidayah itu datang  aku memang banyak berubah menjadi lebih dewasa dalam menyikapi permasalahan hidup. Aku lebih tenang ketika hasil hasil laboratorium menyatakan bahwa penyakit itu sudah tidak lagi menyarang ditubuhku. Aku sudah sehat, Insya Alloh. Hanya rasa sakit yang mungkin akan selalu terasa jika kelelahan. Akibat punggung yang agak membengkok. Alhamdulillah,,,
Kini aku sudah berubah,,, menjadi diriku yang baru…. Lihatlah aku…
Kini ku sadar, Alloh SWT sangat Menyayangiku. Dan akulah orang terpilih yang harus menjalani cobaan berat ini. belum tentu mereka bisa melaluinya. Aku merasa Alloh langsung mentarbiyahku dengan memberikan ketenangan dan rasa optimis dalam hatiku, Membimbingku, hingga aku menemukan jalan hidayah itu dan bisa menguasai diriku. Semoga aku bisa sabar dan ikhlas saat sakit itu terasa dan rasa sakit sejak aku bayi, sehingga semua ini bisa meluruhkan dosa-dosaku, aamiin…
Kini ku mulai mengerti makna keikhlasan, rasa syukur, dan kesabaran….
Jadikanlah rasa sakit sebagai pengingat dan teguran, bahwa kematian itu pasti datang. Maka teruslah berkarya dan perbaiki hidup dengan terus belajar mengkaji ayat-ayatnya. Inilah jawaban bahwa manusia tidak bisa memvonis kehidupan seseorang, hanya Alloh yang Berkuasa.

“Allohumma ‘aafiniy fii badaniy, Allohumma ‘aafiniy fii sam’iy, Allohumma  ‘aafiniy fii bashoriy.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar